BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Mikrobiologi Terapan” yang diberikan oleh Ibu Susi Dewiyeti, S.Si., M.Si.
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang “Flora Normal Tubuh Manusia (Mikrobiota)” yang mencakup pengertian flora normal itu sendiri, asal mula flora normal, penggolongan flora normal, faktor-faktor yang mempengaruhi kehadiran flora normal pada tubuh manusia, peran flora normal dan penyebaran flora normal pada tubuh manusia.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan di semua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, di segala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer (udara) serta makanan. Dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara.
Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit. Untuk itu lah makalah ini disusun guna membahas mikroorganisme alami penghuni tubuh manusia, sehingga kita dapat mengetahui hubungan antara manusia dan flora normal tubuh manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu flora normal tubuh manusia?
2. Alasan pentingnya mengetahui flora normal tubuh manusia?
3. Asal mula flora normal tubuh manusia?
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi flora normal tubuh manusia?
5. Bagaimanakah peran flora normal tubuh manusia?
6. Jelaskan penyebaran flora normal pada tubuh manusia?
1.3 Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari bab ini kita sama-sama dapat memahami tentang flora normal
tubuh manusia serta hubungannya dengan manusia.
BAB II
FLORA NORMAL TUBUH MANUSIA (MIKROBIOTA)
A. Pengertian Flora Normal Tubuh Manusia (Mikrobiota)
Manusia secara konstan berhubungan dengan beribu-ribu mikroorganisme. Mikrobe tidak hanya terdapat dilingkungan, tetapi juga menghuni tubuh manusia. Mikrobe yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal, atau mikrobiota. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 545)
Selain itu juga disebutkan bahwa, flora normal adalah kumpulan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan sehat. Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia adalah dari jenis bakteri. Namun beberapa virus, jamur, dan protozoa juga dapat ditemukan pada orang sehat. (pemburumikroba.blogspot.com/2010/09/flora-normal)
Mikrobiota normal tubuh manusia yang sehat perlu diketahui karena alasan-alasan berikut:
1. Diketahuinya hal ini dapat membantu menduga macam infeksi yang mungkin timbul setelah terjadinya kerusakan jaringan pada situs-situs yang khusus.
2. Hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis. Sebagai contoh, Escherichia coli tidak berbahaya di dalam usus tetapi bila memasuki kandung kemih dapat menyebabkan sistitis, suatu peradangan pada selaput lendir organ ini.
3. Hal ini dapat membuat kita menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal atau asli pada inang manusia. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 545)
B. Asal Mula Mikrobiota Manusia
Bila seekor hewan dilahirkan dengan pembedahan perut (caesarian operations), dan dijaga supaya tidak terjadi kontaminasi oleh mikrobe, kemudian dipelihara di suatu lingkungan bebas kuman serta diberi makan hanya makanan yang sudah disterilkan, maka hewan tersebut tidak membentuk mikrobiota (Gambar 1). Ini merupakan bukti bahwa sampai waktu dilahirkan, janin tidak mengandung mikroorganisme. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S. Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 546)
Gambar 1. Diagram skematik suatu unit isolator bebas kuman. Bagian dalamnya dapat disterilkan sebelum pelaksanaan percobaan dan dipertahankan pada keadaan tersebut. (Sumber: Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2)
Pada keadaan alamiah, janin manusia mula-mula memperoleh mikroorganisme ketika lewat sepanjang saluran lahir. Jasad-jasad renik itu diperolehnya melalui kontak permukaan, penelanan atau penghisapan. Mikrobe-mikrobe ini segera disertai oleh mikrobe-mikrobe lain dari banyak sumber yang langsung berada di sekeliling bayi yang baru lahir tersebut. Mikroorganisme yang menemukan lingkungan yang sesuai, pada permukaan luar atau dalam tubuh, dengan cepat berbiak dan menetap. Jadi di dalam waktu beberapa jam setelah lahir, bayi memperoleh flora mikrobe yang akan menjadi mikrobiota yang asli. Setiap bagian tubuh manusia, dengan kondisi lingkungan yang khusus, dihuni berbagai macam mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh, di rongga mulut berkembang populasi mikrobe alamiah yang berbeda dengan yang ada di usus. Dalam waktu singkat, bergantung kepada faktor-faktor seperti berapa seringnya dibersihkan, nutrisinya, penerapan prinsip-prinsip kesehatan, serta kondisi hidup, maka anak tersebut akan mempunyai mikrobiota normal yang macamnya sama seperti yang ada pada orang dewasa. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 547)
Walaupun seorang individu mempunyai mikrobiota yang “normal”, seringkali terjadi bahwa selama hidupnya terdapat fluktuasi pada mikrobiota ini disebabkan oleh keadaan kesehatan umum, nutrisi, kegiatan hormon, usia, dan banyak faktor lain. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 547)
C. Penggolongan Flora Normal Tubuh Manusia
Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous)
yaitu mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun jumlahnya, jika ada perubahan akan kembali seperti semula. Flora normal/tetap yang terdapat pada tubuh merupakan organisme komensal. Flora normal yang lainnya bersifat mutualisme. Flora normal ini akan mendapatkan makanan dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia, dan tubuh memperoleh vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal. Mikroorganisme ini umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari lingkungannya.
Contohnya : Streptococcus viridans, S. faecalis, Pityrosporum ovale, Candida albicans. (massofa.wordpress.com, 2008)
Contohnya : Streptococcus viridans, S. faecalis, Pityrosporum ovale, Candida albicans. (massofa.wordpress.com, 2008)
2. Mikroorganisme sementara (transient flora)
yaitu mikroorganisme nonpatogen atau potensial patogen yang berada di kulit dan selaput lendir/mukosa selama kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu. Keberadaan mikroorganisme ini ada secara tiba-tiba (tidak tetap) dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan, tidak menimbulkan penyakit dan tidak menetap. Flora sementara biasanya sedikit asalkan flora tetap masih utuh, jika flora tetap berubah, maka flora normal akan melakukan kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit. (massofa.wordpress.com, 2008)
D. Peran Flora Normal Tubuh Manusia
Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat komensal. Pertumbuhan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada faktor-faktor biologis seperti suhu, kelembapan dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat penghambat. Keberadaan flora tersebut tidak mutlak dibutuhkan untuk kehidupan karena hewan yang dibebaskan (steril) dari flora tersebut, tetap bisa hidup. Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa anggota flora tetap di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan. Flora yang menetap diselaput lendir (mukosa) dan kulit dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri patogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri. Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau tempat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan, penghambatan oleh produk metabolik atau racun, penghambatan oleh zat antibiotik atau bakteriosin (bacteriocins). Supresi flora normal akan menimbulkan tempat kosong yang cenderung akan ditempati oleh mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh. Beberapa bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 277-279)
Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora adalah penting untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh normal. (pemburumikroba.blogspot.com/2010/09/flora-normal)
Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Berbagai organisme ini tidak bisa tembus (non-invasive) karena hambatan-hambatan yang diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan dihilangkan dan masuk le dalam aliran darah atau jaringan, organisme ini mungkin menjadi patogen. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279)
Streptococcus viridans, bakteri yang tersering ditemukan di saluran nafas atas, bila masuk ke aliran darah setelah ekstraksi gigi atau tonsilektomi dapat sampai ke katup jantung yang abnormal dan mengakibatkan subacute bacterial endocarditis. Bacteroides yang normal terdapat di kolon dapat menyebabkan peritonitis mengikuti suatu trauma. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, 1994: 30)
Spesies Bacteroides merupakan flora tetap yang paling sering dijumpai di usus besar dan tidak membahayakan pada tempat tersebut. Tetapi jika masuk ke rongga peritoneum atau jaringan panggul bersama dengan bakteri lain akibat trauma, mereka menyebabkan supurasi dan bakterimia. Terdapat banyak contoh tetapi yang penting adalah flora normal tidak berbahaya dan dapat bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak ada kelainan yang menyertainya. Mereka dapat menimbulkan penyakit jika berada pada lokasi yang asing dalam jumlah banyak dan jika terdapat faktor-faktor predisposisi. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279)
E. Penyebaran dan Terjadinya Mikrobiota Manusia.
Flora normal biasanya ditemukan di bagian-bagian tubuh manusia yang kontak langsung dengan lingkungan misalnya kulit, hidung, mulut, usus, saluran urogenital, mata, dan telinga. Organ-organ dan jaringan biasanya steril.
1. Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 548)
Kulit manusia terlihat lebih mudah pecah atau rusak bila dibandingkan dengan kulit hewan, seperti badak, gajah, dan kura-kura. Namun kulit manusia memiliki sifat sebagai pertahanan (barier) yang sangat efektif terhadap infeksi. Dalam kenyataanya, tidak ada bakteri yang dapat menembus kulit utuh yang “telanjang” tanpa pelindung. (www.scrib.com/melanie87)
Kulit bersifat sedikit asam dengan pH 5 % dan memiliki temperatur kurang dari 37°C. Lapisan sel-sel yang mati akan membuat permukaan kulit secara konstan berganti sehingga bakteri yang berada dibawah permukaan kulit tersebut akan juga dengan konstan terbuang dengan sel mati. Lubang-lubang alami yang terdapat di kulit, seperti pori-pori, folikel rambut, atau kelenjar keringat memberikan suatu lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri. Namun lubang-lubang tersebut secara alami dilindungi oleh lisozim (enzim yang dapat merusak peptidoglikan bakteri yang merupakan unsur utama pembentuk dinding sel bakteri gram positif) dan lipida toksik. (www.scrib.com/melanie87)
Pelindung lain terhadap kolonialisasi kulit oleh bakteri patogen adalah mikroflora normal kulit. Mikroflora tersebut merupakan suatu kumpulan dari bakteri nonpatogen yang normal berkolonisasi pada setiap area kulit yang mampu mendukung pertumbuhan bakteri. Bakteri patogen yang akan menginfeksi kulit harus mampu bersaing dengan mikroflora normal yang ada untuk mendapatkan tempat kolonisasi serta nutrien untuk tumbuh dan berkembang. Mikroflora normal kulit terutama terdiri dari bakteri gram positif. Tetapi bakteri gram negatif seperti Escherichia coli yang habitatnya ada di dalam usus manusia, juga bisa terdapat pada kulit manusia karena adanya kontaminasi kotoran manusia. (www.scrib.com/melanie87)
Walaupun ada pertahanan tersebut di atas, beberapa bakteri patogen dapat berkolonisasi sementara pada kulit dan dapat mengambil manfaat dari luka yang ada pada permukaan kulit untuk memperoleh jalan masuk ke jaringan yang ada di bawah kulit. Di bawah kulit, mereka akan menghadapi sejumlah sel yang telah terspesifikasi yang disebut dengan skin-associated lymphoid tissue (SALT). Fungsi SALT adalah mencegah bakteri patogen tidak sampai ke area yang lebih jauh di bawah kulit dan mencegah mereka tidak sampai ke aliran darah. Relatif sedikit yang diketahui tentang sel-sel yang menyusun SALT. Salah satu tipe selnya adalah sel yang memaparkan antigen yang terspesialisasi yang membantu tipe sel yang lain, specialized skin- seeking lymphocyte, untuk memproduksi antibodi. Sel-sel limfosit tersebut juga memproduksi sitokin, protein yang merangsang sel-sel dari sistem imun dan memiliki sejumlah efek lain. Komponen SALT yang lain adalah keratinosit yang banyak terdapat pada lapisan epidemis dan bertanggung jawab untuk memelihara lingkungan mikrokulit yang bersifat asam. Keratinosit memproduksi sitokin dan juga mampu untuk ingesti dan membunuh bakteri.. (www.scrib.com/melanie87)
Pentingnya pertahanan kulit ini diilustrasikan paling baik dengan pengaruh luka bakar yang parah, yang akan mengeliminasi semua bentuk pertahanan kulit termasuk SALT. Seseorang yang mengalami luka bakar tingkat dua dan tiga yang ekstensif dan orang yang bertahan hidup dari trauma inisial yang berhubungan dengan luka bakar masih belum terbebas dari bahaya. Banyak korban luka bakar mati karena infeksi bakterial yang terjadi sebelum kulit terbakar mengalami penyembuhan. Hilangnya pertahanan kulit dan tereksposnya lapisan jaringan di bawah kulit yang basah dan kaya nutrien merupakan hal yang ideal untuk kolonisasi bakteri pada area yang terbakar. Penyebab yang paling umum pada infeksi kulit yang terbakar adalah Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus, dua spesies bakteri yang terdapat di mana-mana pada lingkungan rumah sakit. Kedua spesies juga dikenal resisten terhadap antibiotik. Antibiotik paling efektif bila aksi antibakterial mereka didukung dengan aktivitas pembunuhan oleh sistem imun. Efek kombinasi dari kerusakan SALT dan resistensi alami bakteri telah membuat infeksi luka bakar sulit untuk ditangani dengan efektif. Infeksi tersebut merupakan suatu penyebab utama kematian di antara penderita luka bakar. Bahkan, bila tidak bersifat fatal, infeksi bakterial pada jaringan yang terbakar meningkatkan jumlah kerusakan jaringan dan mencegah penyembuhan area kulit yang terbakar. (www.scrib.com/melanie87)
Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit tidak mampu bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Sebagai contoh, kelenjar keringat mengekskresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Kelenjar lemak mengekskresikan lipid yang kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian oleh beberapa bakteri; asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-bakteri lain. (www.scrib.com/melanie87)
Kebanyakan bakteri kulit di jumpai pada epitelium yang seakan-akan bersisik (lapisan luar epidermis), membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati. Kebanyakan bakteri ini adalah spesies Staphylococcus (kebanyakan S. epidermidis dan S. aureus) dan sianobakteri aerobik, atau difteroid. Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri anaerobik lipofilik, seperti Propionibacterium acnes, penyebab jerawat. Jumlahnya tidak dipengaruhi oleh pencucian. Timbulnya organisme ini diperlihatkan pada Tabel 1 ; Gambar 6 Melukiskan morfologi dan sifat-sifat mikroorganisme yang predominan di dalam mikrobiota. Letak bakteri-bakteri ini pada atau di dalam kulit diperlihatkan pada Gambar 2. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)
Gambar 2. Letak-letak bakteri dalam kulit. (sumber: (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 548)
Staphylococcus epidermidis yang bersifat nonpatogen pada kulit namun dapat menimbulkan penyakit saat mencapai tempat-tempat tertentu seperti katup jantung buatan dan sendi prostetik (sendi buatan). Bakteri ini lebih sering ditemui pada kulit dibandingkan dengan kerabatnya yang bersifat patogen yaitu Staphylococcus aureus. Secara keseluruhan ada sekitar 103-104 mikroorganisme/cm2 yang kebanyakan terletak pada stratum (lapisan) korneum. (Wikipedia.org)
Dibawah ini adalah gambar bakteri Staphylococcus epidermidis (sumber: Wikipedia.org)
Gambar 3. Staphylococcus epidermidis dilihat dengan mikroskop elektron.
(sumber: Wikipedia.org)
Faktor-faktor yang berperan menghilangkan flora sementara pada kulit adalah pH rendah, asam lemak pada sekresi sebasea dan adanya lisozim. Berkeringat yang berlebihan atau pencucian dan mandi tidak menghilangkan atau mengubah secara signifikan flora tetap. Jumlah mikroorganisme permukaan mungkin berkurang dengan menggosok secara kuat setiap hari dengan sabun yang mengandung heksakloforen atau desinfektan lain, namun flora secara cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan keringat, meskipun tidak ada hubungan secara total terhadap kulit bagian lain maupun lingkungan. Penggunaan tutup rapat pada kulit cenderung menyebabkan populasi mikrobiota secara keseluruhan sangat meningkat dan dapat menimbulkan perubahan kualitatif flora kulit. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279)
Bakteri anaerob dan aerob sering bersama-sama menyebabkan infeksi sinergistik (gangrene, fasciitis nekrotik = necrotizing fasciitis), selulitis dari kulit dan jaringan lunak. Bakteri-bakteri tersebut merupakan bagian dari flora normal. Sering sulit menentukan suatu organisme yang spesifik bertanggung jawab terhadap lesi progresif, karena terdapat banyak organisme yang berperan. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279-280)
2. Hidung dan Nasofaring (“nasopharynx”)
Flora utama hidung terdiri dari korinebakteria, stafilokokus (S. epidermidis, S. aureus) dan streptokokus. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 280)
Didalam hulu kerongkongan hidung, dapat juga dijumpai bakteri Branhamella catarrhalis (suatu kokus gram negatif) dan Haemophilus influenzae (suatu batang gram negatif). (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)
(Lihat Tabel 1, Gambar 5, dan Gambar 6)
Pemusnahan flora normal faring dengan penisilin dosis tinggi dapat menyebabkan over growth: bakteria negatif Gram seperti Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas atau jamur. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, 1994: 31)
3. Mulut
Kelembapan yang paling tinggi, adanya makanan terlarut secara konstan dan juga partikel-partikel kecil makanan membuat mulut merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikrobiota mulut atau rongga mulut sangat beragam; banyak bergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)
Diperolehnya mikrobiota mulut. Pada waktu lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan suatu inkubator yang steril, hangat, dan lembap yang mengandung sebagai substansi nutrisi. Air liur terdiri dari air, asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan senyawa-senyawa anorganik. Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta kompleks yang dapat dipergunakan sebagai sumber nutrien bagi mikrobe pada berbagai situs di dalam mulut. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549-550)
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah mikroorganisme sedemikian sehingga di dalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang khas bagi rongga mulut menjadi mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong ke dalam genus Streptococcus, Neisseria, Veillonella, Actinomyces, dan Lactobacillus. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 551)
Jumlah dan macam spesies ada hubungannya dengan nutrisi bayi serta hubungan antara bayi tersebut dengan ibunya, pengasuhnya, dan benda-benda seperti handuk serta botol-botol susunya. Spesies satu-satunya yang selalu diperoleh dari rongga mulut, bahkan sedini hari kedua setelah air, ialah Streptococcus salivarius. Bakteri ini mempunyai afinitas terhadap jaringan epithelial dan karena itu terdapat dalam jumlah besar pada permukaan lidah. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Sampai munculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dalam mulut adalah aerob atau anaerob fakultatif. Ketika gigi pertama muncul, anaerob obligat seperti Bacteroides dan bakteri fusiform (Fusiobacterium sp.), menjadi lebih jelas karena jaringan di sekitar gigi menyediakan lingkungan anaerobik. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Gigi itu sendiri merupakan tempat bagi menempelnya mikrobe. Ada dua spesies bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi: Streptococcus sanguis dan S. mutans. Yang disebutkan terakhir ini diduga merupakan unsur etiologis (penyebab) utama kerusakan gigi, atau pembusuk gigi. Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat adhesif baik dari glikoprotein liur maupun polisakaride bakteri. Sifat menempel ini sangat penting bagi kolonialisasi bakteri di dalam mulut. Glikoprotein liur mampu menyatukan bakteri-bakteri tertentu dan mengikat mereka pada permukaan gigi. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Perhatikan gambar berikut.
Gambar 4. Bakteri yang melekat pada permukaan gigi sebagaimana nampak pada mikrograf elektron payar. Terlihat kokus menyelubungi beberapa bakteri filamentus, sehingga memberikan penampilan “tongkol jagung”. (sumber: (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 556)
Baik S. sanguins maupun S. mutans menghasilkan polisakaride ekstraselular yang disebut dekstrans yang bekerja seperti perekat, mengikat sel-sel bakteri menjadi satu dan juga melekatkan mereka pada permukaan gigi. Tertahannya bakteri dapat juga terjadi karena terperangkapnya secara mekanis di dalam celah-celah gusi, atau di dalam lubang dan retakan gigi. Agregasi bakteri semacam itu serta bahan organik pada permukaan gigi disebut plak (“plague”). (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Plak adalah sebuah film/lapisan sel bakteri, yang berlabuh di sebuah matriks polisakarida disekresi oleh mikroorganisme. Apabila gigi tidak dibersihkan secara teratur, plak dapat terbentuk dengan cepat dan aktivitas bakteri tertentu, terutama Streptococcus mutans, dapat menyebabkan kerusakan gigi (rongga). Prevalensi karies berhubungan dengan diet. (pemburumikroba.blogspot.com/2010/09/flora-normal)
Karies merupakan suatu kerusakan gigi yang dimulai dari permukaan dan berkembang ke arah dalam. Pertama, permukaan email gigi yang seluruhnya non seluler, mengalami demineralisasi. Ini merupakan akibat dari produk fermentasi bakteri yang bersifat asam. Kemudian terjadi dekomposisi dentin dan semen yang melibatkan digesti matriks protein oleh bakteri. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 280)
Langkah pertama yang penting pada karies adalah pembentukan plak pada permukaan email yang keras dan halus. Plak ini terutama terdiri atas endapan-endapan gelatin dan glukan yang mempunyai berat molekul tinggi, tempat bakteri penghasil asam melekat pada email. Langkah kedua yang penting dalam pembentukan karies adalah pembentukan asam (pH < 5) dari karbohidrat dalam jumlah besar oleh streptokokus dan laktobasil dalam plak. Konsentrasi asam yang tinggi mengakibatkan demineralisasi.email tempat melekat dan menimbulkan karies. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 280)
Terjadinya karies juga tergantung pada faktor-faktor genetik, hormonal, gizi, dan faktor lainnya. Pengendali karies gigi meliputi pembuangan plak, pembatasan makanan yang mengandung sukrosa, gizi yang baik mengandung cukup protein dan pengurangan pembentukan asam dalam mulut dengan cara membatasi keberadaan karbohidrat dan pembersihan mulut yang sering. Pemakaian flourida pada gigi atau peningkatan jumlah fluor pada air mengakibatkan peningkatan resistensi email terhadap asam. Pengendalian penyakit periodontal memerlukan pembuangan karang gigi dan kebersihan mulut. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 281)
‘Periodontal pockets’ dalam gingival terutama merupakan sumber utama organism, termasuk anaerobic, yang jarang ada di tempat lain. Meskipun organisme ini dapat berperan pada penyakit periodontal dan destruksi jaringan, perhatian yang lebih, perlu dipikirkan bila ditemukan kolonialisasi di tempat lain, misalnya timbulnya endokarditis infektif atau bakterimia pada penderita dengan granulopeni. Contohnya spesies Capnocytophaga dan Rothia dentocariosa. Capnocytophaga berbentuk fusiform, gram negatif, anaerob yang mudah bergerak spesies Rothia bersifat pleomorfik aerob dan berbentuk batang Gram positif. Keduanya mungkin berperan dalam kompleks flora mikrobia dari penyakit periodontal dengan destruksi tulang dominan. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 281)
4. Orofaring (“oropharinx”)
Orofaring (bagian belakang mulut) juga dihuni sejumlah besar bakteri Staphylococcus aureus dan S. epidermidis dan juga difteroid. Tetapi kelompok bakteri terpenting yang merupakan penghuni asli orofaring ialah streptokokus α-hemolitik, yang juga dinamakan Streptokokus viridans. Biakan yang ditumbuhkan dari orofaring juga akan memperlihatkan adanya Branchamella catarrhalis, spesies Haemophilus, serta gular-galur pneumokokus avirulen (Streptococcus pneumonia).
(Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 554-555)
(Lihat Tabel 1, Gambar 5, dan Gambar 6)
Bagian terdalam saluran pernapasan (ranting tenggorok atau bronkiole yang lebih halus serta alveoli atau gelembung paru-paru) tidak mengandung mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena saluran pernapasan berlapiskan silia, yaitu embel-embel seperti rambut, yang menyapu mikroorganisme dan bahan-bahan lain dari bagian sebelah dalam saluran ke bagian sebelah atas untuk dibuang. Rambut bersama dengan lendir di dalam lubang hidung itulah yang pertama-tama membantu melindungi saluran pernapasan dengan cara menyaring bakteri dari udara yang dihirup. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 555)
5. Perut
Isi perut yang sehat pada praktisnya steril karena adanya asam hidroklorat di dalam sekresi lambung. Setelah ditelannya makanan, jumlah bakteri bertambah tetapi segera menurun kembali dengan disekresikannya getah lambung dan pH zat alir perut pun menurun. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 556)
6. Usus Kecil
Usus kecil bagian atas (atau usus dua belas jari) mengandung beberapa bakteri. Di antara yang ada, sebagian besar adalah kokus dan basilus gram positif. Di dalam jejunum atau usus halus kosong (bagian kedua usus kecil, di antara usus dua belas jari dan ileum atau usus halus gelung) kadang kala dijumpai spesies-spesies enterokokus, laktobasilus, dan difteroid. Khamir Candida albicans dapat juga dijumpai pada bagian usus kecil ini. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 556)
Pada bagian usus kecil yang jauh (ileum), mikrobiota mulai menyerupai yang dijumpai pada usus besar. Bakteri anaerobik dan enterobakteri mulai nampak dalam jumlah besar. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 555)
7. Usus Besar
Di dalam tubuh manusia, kolon atau usus besar, mengandung populasi mikrobe yang terbanyak. Telah diperkirakan bahwa jumlah mikroorganisme di dalam spesimen tinja adalah kurang lebih 1012 organisme per gram. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 556)
Basilus gram negatif anaerobik yang ada meliputi spesies Bacteroides (B. fragilis, B. melaninogenicus, B. oralis) dan Fusobacterium. Basilus gram positif diwakili oleh spesies-spesies Clostridium (termasuk Cl. Perfringens yang mempunyai kaitan dengan kelemayuh, suatu infeksi jaringan disertai gelembung gas dan keluar nanah) serta spesies-spesies Lactobacillus. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 557)
Sangatlah menarik perhatian bahwa mikrobiota usus seorang bayi yang disusui oleh ibunya hampir seluruhnya terdiri dari laktobasilus. Dengan diberikan susu botol, jumlah laktobasilus menurun dan akhirnya, dengan diberikannya makanan padat serta nutrisi tipe dewasa, maka mikrobiota gram negatif menjadi predominan. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 557)
Spesies-spesies anaerobik fakultatif yang dijumpai di dalam usus tergolong dalam genus Escherichia, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Peptostreptokokus (streptokokus anaerobik) juga umum. Khamir Candida albicans juga dijumpai. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Flora saluran pencernaan berperan dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen empedu dan asam empedu, absorpsi zat makanan serta antagonis mikroba patogen.
8. Saluran Kemih Kelamin
Pada orang sehat, ginjal, ureter (saluran dari ginjal ke kandung kemih), dan kandung kemih bebas dari mikroorganisme, namun bakteri pada umunya dijumpai pada uretra (saluran dari kandung kemih ke luar) bagian bawah baik pada pria maupun wanita. Tetapi jumlahnya berkurang di dekat kandung kemih, agaknya disebabkan efek antibakterial yang dilancarkan oleh selaput lendir uretra dan seringnya epitelium terbilas oleh air seni. Ciri populasi ini berubah menurut variasi daur haid. Penghuni utama vagina dewasa adalah laktobasilus yang toleran terhadap asam. Bakteri ini mengubah glikogen yang dihasilkan epitelium vagina, dan di dalam proses tesebut menghasilkan asam. Penumpukan glikogen pada dinding vagina disebakan oleh kegiatan indung telur; hal ini tidak dijumpai sebelum masa akil balig ataupun setelah menopause (mati haid). Sebagai akibat perombakan glikogen, maka pH di dalam vagina terpelihara pada sekitar 4.4 sampai 4,6. Mikrooganisme yang mampu berkembang baik pada pH rendah ini dijumpai di dalam vagina dan mencakup enterokokus, Candida albicans, dan sejumlah besar bakteri anaerobik. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 557-558)
Sistem urinari dan genital secara anatomis terletak berdekatan, suatu penyakit yang menginfeksi satu sistem akan mempengaruhi sistem yang lain khususnya pada laki-laki. Saluran urine bagian atas dan kantong urine steril dalam keadaan normal. Saluran uretra mengandung mikroorganisme seperti Streptococcus, Bacteriodes, Mycobacterium, Neisseria dan enterik. Sebagian besar mikroorganisme yang ditemukan pada urin merupakan kontaminasi dari flora normal yang terdapat pada kulit. Keberadaan bakteri dalam urine belum dapat disimpulkan sebagai penyakit saluran urine kecuali jumlah mikroorganisme di dalam urine melebihi 105 sel/ml. (www.scrib.com/melanie87)
9. Mata (Konjungtiva) dan Telinga
Mikroorganisme konjungtiva terutama adalah difteroid (Coynebacterium xerosis), S. epidermidis dan streptokukus non hemolitik. Neiseria dan basil gram negatif yang menyerupai spesies Haemophilus (Moraxella) seringkali juga ada. Flora konjungtiva dalam keadaan normal dikendalikan oleh aliran air mata, yang mengandung lisozim. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 283)
Flora liang telinga luar biasanya merupakan gambaran flora kulit. Dapat dijumpai Streptococcus pneumonia, batang gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan kadang-kadang Mycobacteria saprofit. Telinga bagian tengah dan dalam biasanya steril. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, 1994: 31)
10. Bakteri di Darah dan jaringan
Pada keadaan normal darah dan jaringan adalah steril. Kadang-kadang karena manipulasi sederhana seperti mengunyah, menyikat gigi, ekstraksi gigi, flora komensal dari mulut dapat masuk ke jaringan atau darah. Dalam keadaan normal mikroorganisme tersebut segera dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh. Hal seperti itu dapat terjadi pula dengan flora faring, saluran cerna dan saluran kemih. Pada keadaan abnormal seperti adanya katup jantung abnormal, atau protesa lain, bakteremia di atas dapat mengarah pada pembentukan koloni dan infeksi. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, 1994: 32)
Tabel 1. Spesies mikrobe predominan yang dijumpai di berbagai daerah anatomi manusia
Sumber: Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 551
Gambar 5. Penyebaran mikrobiota normal tubuh manusia. (Sumber: Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 555)
Gambar 6. Morfologi serta ciri-ciri utama spesies mikrobe predominan yang merupakan mikrobiota normal tubuh manusia. (Sumber: Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 554)
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang flora normal tubuh manusia di atas ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Flora normal adalah kumpulan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan sehat.
2. Pada keadaan alamiah, janin manusia mula-mula memperoleh mikroorganisme ketika lewat sepanjang saluran lahir. Jasad-jasad renik itu diperolehnya melalui kontak permukaan, penelanan atau penghisapan.
3. Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu : Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous) dan Mikroorganisme sementara (transient flora)
4. Beberapa anggota flora tetap di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan. Flora yang menetap diselaput lendir (mukosa) dan kulit dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri patogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri. Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora adalah penting untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh normal. Beberapa bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen.
5. Kebanyakan bakteri di kulit adalah spesies Staphylococcus (kebanyakan S. epidermidis dan S. aureus) dan sianobakteri aerobik, atau difteroid.
6. Flora utama hidung terdiri dari korinebakteria, stafilokokus (S. epidermidis, S. aureus) dan streptokokus.
7. Ada dua spesies bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi: Streptococcus sanguis dan S. mutans.
8. Kelompok bakteri terpenting yang merupakan penghuni asli orofaring ialah streptokokus α-hemolitik, yang juga dinamakan Streptokokus viridians.
9. Isi perut yang sehat pada praktisnya steril karena adanya asam hidroklorat di dalam sekresi lambung.
10. Di dalam jejunum atau usus halus kosong (bagian kedua usus kecil, di antara usus dua belas jari dan ileum atau usus halus gelung) kadang kala dijumpai spesies-spesies enterokokus, laktobasilus, dan difteroid. Khamir Candida albicans dapat juga dijumpai pada bagian usus kecil ini.
11. Di dalam tubuh manusia, kolon atau usus besar, mengandung populasi mikrobe yang terbanyak.
12. Penghuni utama vagina dewasa adalah laktobasilus yang toleran terhadap asam.
13. Saluran uretra mengandung mikroorganisme seperti Streptococcus, Bacteriodes, Mycobacterium, Neisseria dan enterik.
14. Mikroorganisme konjungtiva terutama adalah difteroid (Coynebacterium xerosis), S. epidermidis dan streptokukus non hemolitik.
15. Flora liang telinga luar biasanya merupakan gambaran flora kulit. Dapat dijumpai Streptococcus pneumonia, batang gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan kadang-kadang Mycobacteria saprofit. Telinga bagian tengah dan dalam biasanya steril.
16. Pada keadaan normal darah dan jaringan adalah steril. Kadang-kadang karena manipulasi sederhana seperti mengunyah, menyikat gigi, ekstraksi gigi, flora komensal dari mulut dapat masuk ke jaringan atau darah.
17. Pertumbuhan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada faktor-faktor biologis seperti suhu, kelembapan dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat penghambat.
DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, Melnick and Adelberg’s, 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta: Salemba Medika.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Michael J. Pelczar and E.C.S Chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta: UI-Press
pemburumikroba.blogspot.com/2010/09/flora-normal
www.scrib.com/melanie87
massofa.wordpress.com/2008
Wikipedia.org
Sumber Gambar
1. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2
2. Wikipedia.org